8/21/13

Ular Tangga Pabrik Tahu: Perut vs Bumi

Bukan orang Indonesia kalau tidak suka makan tahu. Makanan olahan kacang kedelai yang satu ini menjadi sumber protein termurah yang bisa dikonsumsi warga kelas atas hingga kelas bawah. Saking seringnya kita makan tahu, kita lupa bahkan cenderung tidak tahu kalau proses pembuatan tahu begitu rumit dan meninggalkan polemik tersendiri. Tulisan ini saya buat dari hasil jalan-jalan saya bersama adik-adik KPM 47 IPB ke pabrik tahu dan kantor desa dekat rumah saya. Mudah-mudahan menambah pengetahuan ya ^^

Pabrik tahu RWJ merupakan satu dari dua pabrik tahu yang berada di Desa Tonjong. Pabrik ini berbatasan dengan tiga desa, yakni Desa Tonjong di timur, Desa Pondok Udik di selatan, dan Desa Kemang di arah barat dari pabrik. Pabrik tahu milik Bapak Komon ini terletak di Jalan H. Mur Hidi no. 1, RT 01/RW 02, Kampung Bambu Duri, Desa Tonjong, Kecamtan Tajurhalang, Kabupaten Bogor. Sebelumnya pabrik ini berlokasi di sekitar Parung. Namun pada tahun 1998, pabrik tahu ini pindah ke Tonjong. Izin mendirikan bangunan dan izin usaha diberikan pemerintah kepada pabrik tahu RWJ.

Pabrik Tahu RWJ

Pabrik ini memproduksi berbagai macam tahu. Misalnya tahu sumedang (tahu jenis ini recommended banget dimakan pas baru keluar dari penggorengan!), tahu taiwan, tahu kotak putih, tahu pong, tahu goreng, dan tahu jambi. Pekerja bagian produksi semuanya laki-laki karena membutuhkan tenaga yang kuat dan tahan bekerja hingga malam hari. Hanya ada 2 pekerja wanita di pabrik tersebut. Mereka bekerja di bagian penjualan tahu. Sebagian besar pekerja berasal dari luar desa, seperti Parung, Sumedang, dan daerah asal Pak Komon tinggal di Jawa Tengah. Pekerja difasilitasi mess khusus pegawai di samping pabrik.

Daftar Tahu

Tiap harinya pabrik tahu RWJ bisa menghasilkan 2 kwintal tahu. Jika permintaan pasar tinggi, misalnya pada hari raya Islam, pabrik bisa memasak tahu hingga larut malam. Permintaan pasar pernah menurun ketika sedang hangat-hangatnya berita tahu dengan campuran formalin. Namun isu tersebut dapat ditepis pabrik karena pada dasarnya pabrik tidak menggunakan formalin sebagai bahan pengawet. Bahan dasar pembuatan tahu RWJ yaitu kacang kedelai impor, air tawas sebagai pengawet, air, dan bumbu-bumbu racikan sendiri (ketika saya tanya apa saja bumbu yang dipakai sehingga tahunya enak banget, eh bapaknya bilang, “Itu rahasia.” Aduuuh penasaran). Bahan bakar pabrik masih mengandalkan kayu bakar. Pabrik tahu sudah memiliki pemotong kayu langganan untuk menjual kayunya kepada pabrik.

Dalam Pabrik

Butuh waktu dan tahapan yang lama agar sepotong tahu tersaji hangat di meja makan. Tahap pertama adalah pencucian dan perendaman kedelai. Kacang kedelai yang digunakan pabrik RWJ adalah kedelai impor. Pemilik pabrik mengakui kalau kedelai impor kualitasnya lebih bagus. Kedelai asli Indonesia banyak dijual tidak bersih alias kotor. Sisa-sisa tanah atau rumput suka tercampur dalam karung kedelai. Hal ini membuat proses sortasi kedelai berkualitas semakin sulit. Lebih gampang beli kedelai impor: bersih, murah, dan lebih empuk. Sebagai mahasiswi pertanian, saya jadi kesal dengan pengakuan Pak Komon. Masa tidak menggunakan kedelai Indonesia? Tidak cinta negeri sendiri nih. Tapi ya mau bagaimana lagi kalau kualitas kacang kedelai kita masih di bawah negara lain? -_____-

Pencucian dan Perendaman

Tahap selanjutnya adaah penggilingan kedelai. Kacang kedelai kemudian digiling dengan mesin tertentu sehingga terbentuk jonjot-jonjot tahu atau sari kedelai yang berwarna keputihan dan bertekstur halus. Setelah itu dilakukan perebusan sari kedelai dengan cara penguapan. Mesin uap ini berbahan bakar kayu pohon yang ditebang dari hutan yang ada di sekitar pabrik. Setiap kali melewati pabrik, berpotong-potong batang pohon memenuhi parkiran pabrik. Tumpukan batang pohon ini hampir setinggi atap mess.

Penggilingan kedelai menjadi sari kedelai atau jonjot tahu

Mesin Uap

Bahan Bakar Kayu. Kira-kira berapa pohon yang ditebang? -___-

Penguapan

Lalu dilakukan penyaringan untuk mendapatkan adonan tahu tanpa campuran air. Adonan tahu kemudian disimpan dalam cetakan selama 15 menit. Bagian atas cetakan tahu diberi pemberat agar air yang tersisa dalam adonan bisa keluar dan membuat tahu menjadi padat. Nah setelah tahu padat, dilakukan pemotongan menjadi tahu-tahu yang lebih kecil. Hasil potongan kemudian direndam dalam air bumbu hampir setengah jam agar bumbu meresap dan tahu terasa enak. Selanjutnya proses pemasakan dengan bahan kayu bakar dan minyak goreng. Proses menggoreng ini dilakukan untuk memproduksi tahu goreng (itu loh tahu yang bisa dibuat tahu isi) dan tahu sumedang. Panas sangat terasa ketika berada di dekat perapian raksasa. Proses pemasakan ini menghasilkan limbah minyak goreng yang nantinya akan menambah buangan cair dari pabrik tahu. Setelah matang, tahu siap dijual dan disantap. Nyaaaam ^^

Penyaringan

Pencetakan

Pemberat

Perendaman Bumbu

Pemotongan

Pemasakan

Penjualan
Tahu yang diproduksi biasanya dijual ke Pasar Induk Kemang dan pedagang sayuran keliling. Pabrik tahu juga menjual tahu sumedang langsung dari depot tahu mlik pabrik. Banyak pengguna jalan raya Tonjong, termasuk saya, yang melewati pabrik membeli tahu langung dari pabriknya. Tahu yang tidak habis terjual ataupun dikembalikan pasar karena tahunya rusak akan dikonsumsi sendiri ataupun dijadikan sebagai pakan ternak. Sisa tahu rusak inilah yang disebut limbah padat pabrik tahu. Limbah padat juga dihasilkan dari sari sisa kedelai.

Limbah Padat

Selain limbah padat, pabrik tahu juga menghasilkan limbah cair yang berasal dari air sisa perebusan dan penyaringan serta minyak goreng sisa menggoreng. Menurut literatur yang saya baca, untuk memproduksi 1 ton tahu dihasilkan limbah cair sebanyak 3000-5000 liter. Pabrik tahu menimbulkan gas buangan berupa amonium, nitrogen, dan sulfur sehingga tercium bau tidak sedap dan mengganggu pernapasan. Apablia kulit terkena limbah pabrik tahu akan menyebabkan penyakit kulit seperti gatal-gatal.

Limbah Cair

Limbah Minyak
Uap Pabrik

Pabrik tahu RWJ berada tepat di pinggir Kali Angke. Sebelum mengalir ke pinggir Desa Tonjong, Kali Angke melewati Desa Pondok Udik. Di desa tersebut terdapat industri rumah tangga berupa pabrik cemilan kuping gajah. Pabrik ini membuang limbah minyak sisa menggoreng ke kali, sehingga limbah itu ikut mengalir ke Desa Tonjong. Adanya pabrik tahu yang juga membuang limbah cairnya ke kali menyebabkan kualitas air Kali Angke menurun drastis.

Membuang Limbah

Meskipun Kali Angke ini sudah lama tidak dimanfaatkan warga, dampak ekologis dari limbah terhadap biota kali sangat merugikan. Pasalnya, jauh sebelum adanya pabrik-pabrik, banyak ikan air tawar yang bisa dikonsumsi warga, tetapi saat ini ikan-ikan itu sudah banyak yang mati. Limpah pabrik tahu yang dibuang ke sungai akan menurunkan oksigen terlarut dalam air sehinggaikan dan biota perairan lainnya akan mati. Kejadian ini makin diperparah karena banyak warga yang membuang sampah di Kali Angke.

Mengetahui secara langsung dampak negatif akibat pabrik ini, saya menemui pihak pemerintah desa untuk meminta penjelasan. Jika masalah ini dibiarkan, tentu tidak akan baik bagi kesehatan warga dan lingkungan Kali Angke. Kepala Urusan Pembangunan Desa Tonjong, Aspuji, mengaku kurang mendukung kegiatan pabrik tahu RWJ di desa. Saya agak kecewa dengan pernyataannya yang lebih menitikberatkan poin ekonomi daripada ekologi yang ingin saya diskusikan dengan beliau. Menurutnya, aspirasi pabrik kepada desa tidak terlalu besar. Seharusnya pabrik memberi pendapatan kepada warga desa, tetapi pekerja pabrik didatangkan dari luar desa. Otomatis calon pekerja desa harus mencari pekerjaan di luar desa, seperti ke kota dimana jaraknya sangat jauh dari desa. Itu pun tetap sebagai buruh pabrik, karena pendidikan terakhir pemuda Desa Tonjong sebagian besar adalah SMK. Sulit bagi mereka membuka usaha sendiri, modalnya pun tidak jelas darimana.

Berbeda dengan tanggapannya terhadap perekonomian desa, limbah cair pabrik tahu yang biasa dibuang ke Kali Angke tidak begitu menjadi masalah bagi pemerintah desa. Hal ini terjadi karena memang sudah lama Kali Angke tidak dipakai warga sekitar. Lagipula tidak pernah terjadi masalah kesehatan warga yang serius akibat limbah pabrik ini, sehingga pemerintah tidak terlalu menganggap besar masalah ekologi ini. Selain itu Kali Angke tidak hanya menjadi tanggung jawab Desa Tonjong saja karena kali ini juga melewati beberapa desa, seperti Pondok Udik dan Kemang.

Pemerintah desa sendiri sering memanggil pihak dari berbagai pabrik yang ada di desa tiap dua minggu sekali. Dalam pertemuan itu didiskusikan berbagai masalah antara pabrik dan desa, terutama masalah pengelolaan limbah. Pabrik tahu pernah ditegur untuk tidak membuang limbah ke kali. Namun layaknya pepatah masuk telinga kanan keluar telinga kiri, pihak pabrik tetap tidak mengubah proses produksi yang lebih ekologis. Kalau sudah begitu, pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa.

Kondisi lain yang memaksa pembiaran pembuangan limbah pabrik tahu ke Kali Angke adalah bahwa bukan pabrik tahu RWJ saja yang membuang limbah ke sumber air pertanian tersebut. Pabrik-pabrik lainnya di desa sekitar Tonjong juga seolah diizinkan pemerintahnya untuk membuang limbah ke sungai. Aspuji menambahkan, “Pabrik tahu itu berbatasan dengan tiga desa. Urusan pabrik itu tidak hanya diurusi oleh pemerintah Desa Tonjong saja, tetapi juga Desa Pondok Udik dan Desa Kemang. Mungkin ada koordinasi antara pihak pabrik dengan desa-desa tersebut. Namun koordinasi pemerintah Desa Tonjong dengan desa-desa lain mengenai pembuangan limbah ke Kali Angke memang belum ada.”

Ibarat dalam permainan bola kotor, pemerintah saling melempar bola, saling tuding siapa yang lebih berhak membersihkan bola. Sampai saat ini, setiap kali saya melewati pabrik tahu tersebut, cairan putih berbusa limbah cair tetap mengalir bersama limbah lain di Kali Angke. Ini adalah satu dari banyak masalah ekologi di Indonesia yang berhubungan dengan perut. Sebagai makhluk dengan tingkat konsumsi yang tinggi, manusia sering acuh bahwa dalam proses produksi hal-hal yang juga berdampak pada bumi haruslah diminimalisir sisi negatifnya. Astaghfirullahal adzim!

No comments:

Post a Comment