Bukan orang Indonesia kalau tidak suka
makan tahu. Makanan olahan kacang kedelai yang satu ini menjadi sumber protein
termurah yang bisa dikonsumsi warga kelas atas hingga kelas bawah. Saking
seringnya kita makan tahu, kita lupa bahkan cenderung tidak tahu kalau proses
pembuatan tahu begitu rumit dan meninggalkan polemik tersendiri. Tulisan ini
saya buat dari hasil jalan-jalan saya bersama adik-adik KPM 47 IPB ke pabrik
tahu dan kantor desa dekat rumah saya. Mudah-mudahan menambah pengetahuan ya ^^
Pabrik tahu RWJ merupakan satu dari dua pabrik tahu yang berada di
Desa Tonjong. Pabrik ini berbatasan dengan tiga desa, yakni Desa Tonjong di
timur, Desa Pondok Udik di selatan, dan Desa Kemang di arah barat dari pabrik.
Pabrik tahu milik Bapak Komon ini terletak di Jalan H. Mur Hidi no. 1, RT 01/RW
02, Kampung Bambu Duri, Desa Tonjong, Kecamtan Tajurhalang, Kabupaten Bogor.
Sebelumnya pabrik ini berlokasi di sekitar Parung. Namun pada tahun 1998, pabrik
tahu ini pindah ke Tonjong. Izin mendirikan bangunan dan izin usaha diberikan
pemerintah kepada pabrik tahu RWJ.
|
Pabrik Tahu RWJ |
Pabrik ini memproduksi berbagai macam tahu. Misalnya tahu sumedang (tahu
jenis ini recommended banget dimakan
pas baru keluar dari penggorengan!), tahu taiwan, tahu kotak putih, tahu pong,
tahu goreng, dan tahu jambi. Pekerja bagian produksi semuanya laki-laki karena
membutuhkan tenaga yang kuat dan tahan bekerja hingga malam hari. Hanya ada 2
pekerja wanita di pabrik tersebut. Mereka bekerja di bagian penjualan tahu.
Sebagian besar pekerja berasal dari luar desa, seperti Parung, Sumedang, dan
daerah asal Pak Komon tinggal di Jawa Tengah. Pekerja difasilitasi mess khusus
pegawai di samping pabrik.
|
Daftar Tahu |
Tiap harinya pabrik tahu RWJ bisa menghasilkan 2 kwintal tahu. Jika
permintaan pasar tinggi, misalnya pada hari raya Islam, pabrik bisa memasak
tahu hingga larut malam. Permintaan pasar pernah menurun ketika sedang hangat-hangatnya
berita tahu dengan campuran formalin. Namun isu tersebut dapat ditepis pabrik
karena pada dasarnya pabrik tidak menggunakan formalin sebagai bahan pengawet.
Bahan dasar pembuatan tahu RWJ yaitu kacang kedelai impor, air tawas sebagai
pengawet, air, dan bumbu-bumbu racikan sendiri (ketika saya tanya apa saja
bumbu yang dipakai sehingga tahunya enak banget, eh bapaknya bilang, “Itu
rahasia.” Aduuuh penasaran). Bahan bakar pabrik masih mengandalkan kayu bakar.
Pabrik tahu sudah memiliki pemotong kayu langganan untuk menjual kayunya kepada
pabrik.
|
Dalam Pabrik |
Butuh waktu dan tahapan yang lama agar sepotong tahu tersaji hangat di
meja makan. Tahap pertama adalah pencucian dan perendaman kedelai. Kacang
kedelai yang digunakan pabrik RWJ adalah kedelai impor. Pemilik pabrik mengakui
kalau kedelai impor kualitasnya lebih bagus. Kedelai asli Indonesia banyak
dijual tidak bersih alias kotor. Sisa-sisa tanah atau rumput suka tercampur
dalam karung kedelai. Hal ini membuat proses sortasi kedelai berkualitas
semakin sulit. Lebih gampang beli kedelai impor: bersih, murah, dan lebih
empuk. Sebagai mahasiswi pertanian, saya jadi kesal dengan pengakuan Pak Komon.
Masa tidak menggunakan kedelai Indonesia? Tidak cinta negeri sendiri nih. Tapi
ya mau bagaimana lagi kalau kualitas kacang kedelai kita masih di bawah negara
lain? -_____-
|
Pencucian dan Perendaman |
Tahap selanjutnya adaah penggilingan kedelai. Kacang kedelai kemudian
digiling dengan mesin tertentu sehingga terbentuk jonjot-jonjot tahu atau sari
kedelai yang berwarna keputihan dan bertekstur halus. Setelah itu dilakukan
perebusan sari kedelai dengan cara penguapan. Mesin uap ini berbahan bakar kayu
pohon yang ditebang dari hutan yang ada di sekitar pabrik. Setiap kali melewati
pabrik, berpotong-potong batang pohon memenuhi parkiran pabrik. Tumpukan batang
pohon ini hampir setinggi atap mess.
|
Penggilingan kedelai menjadi sari kedelai atau jonjot tahu |
|
Mesin Uap |
|
Bahan Bakar Kayu. Kira-kira berapa pohon yang ditebang? -___- |
|
Penguapan |
Lalu dilakukan penyaringan untuk mendapatkan adonan tahu tanpa
campuran air. Adonan tahu kemudian disimpan dalam cetakan selama 15 menit.
Bagian atas cetakan tahu diberi pemberat agar air yang tersisa dalam adonan
bisa keluar dan membuat tahu menjadi padat. Nah setelah tahu padat, dilakukan
pemotongan menjadi tahu-tahu yang lebih kecil. Hasil potongan kemudian direndam
dalam air bumbu hampir setengah jam agar bumbu meresap dan tahu terasa enak.
Selanjutnya proses pemasakan dengan bahan kayu bakar dan minyak goreng. Proses
menggoreng ini dilakukan untuk memproduksi tahu goreng (itu loh tahu yang bisa
dibuat tahu isi) dan tahu sumedang. Panas sangat terasa ketika berada di dekat
perapian raksasa. Proses pemasakan ini menghasilkan limbah minyak goreng yang
nantinya akan menambah buangan cair dari pabrik tahu. Setelah matang, tahu siap
dijual dan disantap. Nyaaaam ^^
|
Penyaringan |
|
Pencetakan |
|
Pemberat |
|
Perendaman Bumbu |
|
Pemotongan |
|
Pemasakan |
|
Penjualan |
Tahu yang diproduksi biasanya dijual ke Pasar Induk Kemang dan
pedagang sayuran keliling. Pabrik tahu juga menjual tahu sumedang langsung dari
depot tahu mlik pabrik. Banyak pengguna jalan raya Tonjong, termasuk saya, yang
melewati pabrik membeli tahu langung dari pabriknya. Tahu yang tidak habis
terjual ataupun dikembalikan pasar karena tahunya rusak akan dikonsumsi sendiri
ataupun dijadikan sebagai pakan ternak. Sisa tahu rusak inilah yang disebut
limbah padat pabrik tahu. Limbah padat juga dihasilkan dari sari sisa kedelai.
|
Limbah Padat |
Selain limbah padat, pabrik tahu juga menghasilkan limbah cair yang
berasal dari air sisa perebusan dan penyaringan serta minyak goreng sisa
menggoreng. Menurut literatur yang saya baca, untuk memproduksi 1 ton tahu
dihasilkan limbah cair sebanyak 3000-5000 liter. Pabrik tahu menimbulkan gas
buangan berupa amonium, nitrogen, dan sulfur sehingga tercium bau tidak sedap
dan mengganggu pernapasan. Apablia kulit terkena limbah pabrik tahu akan
menyebabkan penyakit kulit seperti gatal-gatal.
|
Limbah Cair |
|
Limbah Minyak |
|
Uap Pabrik |
Pabrik tahu RWJ berada tepat di pinggir
Kali Angke. Sebelum mengalir ke pinggir Desa Tonjong, Kali Angke melewati Desa
Pondok Udik. Di desa tersebut terdapat industri rumah tangga berupa pabrik cemilan
kuping gajah. Pabrik ini membuang limbah minyak sisa menggoreng ke kali,
sehingga limbah itu ikut mengalir ke Desa Tonjong. Adanya pabrik tahu yang juga
membuang limbah cairnya ke kali menyebabkan kualitas air Kali Angke menurun
drastis.
|
Membuang Limbah |
Meskipun Kali Angke ini sudah lama tidak
dimanfaatkan warga, dampak ekologis dari limbah terhadap biota kali sangat
merugikan. Pasalnya, jauh sebelum adanya pabrik-pabrik, banyak ikan air tawar
yang bisa dikonsumsi warga, tetapi saat ini ikan-ikan itu sudah banyak yang
mati. Limpah pabrik tahu yang dibuang ke sungai akan menurunkan oksigen
terlarut dalam air sehinggaikan dan biota perairan lainnya akan mati. Kejadian
ini makin diperparah karena banyak warga yang membuang sampah di Kali Angke.
Mengetahui secara langsung dampak negatif akibat pabrik ini, saya
menemui pihak pemerintah desa untuk meminta penjelasan. Jika masalah ini
dibiarkan, tentu tidak akan baik bagi kesehatan warga dan lingkungan Kali
Angke. Kepala Urusan Pembangunan Desa Tonjong, Aspuji, mengaku kurang mendukung
kegiatan pabrik tahu RWJ di desa. Saya agak kecewa dengan pernyataannya yang
lebih menitikberatkan poin ekonomi daripada ekologi yang ingin saya diskusikan
dengan beliau. Menurutnya, aspirasi pabrik kepada desa tidak terlalu besar.
Seharusnya pabrik memberi pendapatan kepada warga desa, tetapi pekerja pabrik
didatangkan dari luar desa. Otomatis calon pekerja desa harus mencari pekerjaan
di luar desa, seperti ke kota dimana jaraknya sangat jauh dari desa. Itu pun
tetap sebagai buruh pabrik, karena pendidikan terakhir pemuda Desa Tonjong
sebagian besar adalah SMK. Sulit bagi mereka membuka usaha sendiri, modalnya
pun tidak jelas darimana.
Berbeda dengan tanggapannya terhadap perekonomian desa, limbah cair
pabrik tahu yang biasa dibuang ke Kali Angke tidak begitu menjadi masalah bagi
pemerintah desa. Hal ini terjadi karena memang sudah lama Kali Angke tidak
dipakai warga sekitar. Lagipula tidak pernah terjadi masalah kesehatan warga
yang serius akibat limbah pabrik ini, sehingga pemerintah tidak terlalu
menganggap besar masalah ekologi ini. Selain itu Kali Angke tidak hanya menjadi
tanggung jawab Desa Tonjong saja karena kali ini juga melewati beberapa desa,
seperti Pondok Udik dan Kemang.
Pemerintah desa sendiri sering memanggil pihak dari berbagai pabrik
yang ada di desa tiap dua minggu sekali. Dalam pertemuan itu didiskusikan
berbagai masalah antara pabrik dan desa, terutama masalah pengelolaan limbah.
Pabrik tahu pernah ditegur untuk tidak membuang limbah ke kali. Namun layaknya
pepatah masuk telinga kanan keluar telinga kiri, pihak pabrik tetap tidak
mengubah proses produksi yang lebih ekologis. Kalau sudah begitu, pemerintah
tidak bisa berbuat apa-apa.
Kondisi lain yang memaksa pembiaran
pembuangan limbah pabrik tahu ke Kali Angke adalah bahwa bukan pabrik tahu RWJ
saja yang membuang limbah ke sumber air pertanian tersebut. Pabrik-pabrik
lainnya di desa sekitar Tonjong juga seolah diizinkan pemerintahnya untuk
membuang limbah ke sungai. Aspuji menambahkan, “Pabrik tahu itu berbatasan
dengan tiga desa. Urusan pabrik itu tidak hanya diurusi oleh pemerintah Desa
Tonjong saja, tetapi juga Desa Pondok Udik dan Desa Kemang. Mungkin ada
koordinasi antara pihak pabrik dengan desa-desa tersebut. Namun koordinasi
pemerintah Desa Tonjong dengan desa-desa lain mengenai pembuangan limbah ke
Kali Angke memang belum ada.”
Ibarat dalam
permainan bola kotor, pemerintah saling melempar bola, saling tuding siapa yang
lebih berhak membersihkan bola. Sampai saat ini, setiap kali saya melewati
pabrik tahu tersebut, cairan putih berbusa limbah cair tetap mengalir bersama limbah
lain di Kali Angke. Ini adalah satu dari banyak masalah ekologi di Indonesia
yang berhubungan dengan perut. Sebagai makhluk dengan tingkat konsumsi yang
tinggi, manusia sering acuh bahwa dalam proses produksi hal-hal yang juga
berdampak pada bumi haruslah diminimalisir sisi negatifnya. Astaghfirullahal adzim!
No comments:
Post a Comment