Menjadi community development worker alias CD-worker (pekerja pengembangan
masyarakat) selain merupakan pekerjaan otak (kreativitas) juga merupakan
pekerjaan hati. Itulah yang saya bisa simpulkan dari diskusi hangat bersama Ibu
Tri Mumpuni dan Pak Iskandar di Butterfly Heaven, Kampung Panaruban, Desa
Cicadas, Kecamatan Sagalaherang, Kabupaten Subang pada siang yang sejuk dan
dingin.
Bertemu dengan
beliau-beliau ini memang luar biasa. Suatu kebanggaan tersendiri bagi saya
dapat bertemu langsung dengan dua otak di balik kesejahteraan Desa Cintamekar
dengan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH). Itu loh teknologi
pembangkit listrik denganeknik
yang sangat dibutuhkan dalam ide yang kita bawa untuk masyarakat. Pas bang tenaga penggerak aliran air, bukan bahan bakar minyak
yang mulai langka. For your information,
Ibu Tri Mumpuni itu alumni IPB lho, sedangkan Pak Iskandar lulusan ITB. “Kita
ini pasangan serasi. Ibu lulusan kampus yang memang merakyat. Saya anak tet
deh,” ujar Pak Iskandar tanpa bermaksud ge-er dan mengundang gelak tawa.
PLTMH |
Awalnya
pasangan suami istri ini hanya berjalan-jalan saja ke desa tersebut. Mereka
melihat keadaan desa yang sangat gelap tanpa listrik di malam hari. Di desa,
sumber air dapat dikatakan melimpah karena Desa Cintamekar (sebelahan dengan
Desa Cicadas) dilalui oleh kali. Sumber daya alam yang memadai ini dijadikan peluang
didirikannya PLTMH.
Bendungan |
Pipa |
Sebelum
dibangun PLTMH, masyarakat secara swadaya telah membangun turbin kecil dan
tanggul. Namun, karena penghalang tanggul hanya terbuat dari bambu maka tanggul
menjadi jebol dan turbin tidak dapat digunakan lagi. Pembangkit Listrik Tenaga
Mikro Hidro bukanlah pembangkit listrik pertama di Desa Cinta Mekar, sebelumnya
PLN pun telah menyediakan listrik. Setelah dibangunnya PLTMH, warga yang telah
terhubung listrik hanya tinggal menambah daya.
Dalam
perjalanannya, mereka tak jarang mengalami kesulitan. Mulai dari meyakinkan
warga bahwa program yang mereka bawa sangat bermanfaat bagi warga dan warga
tidak akan dimintai dana (layaknya program pemerintah, yang membuat warga
awalnya enggan menerima program), mencari perusahaan yang akan membantu dalam
segi pendanaan, mengajak warga bersama-sama membangun bendungan dan PLTMH,
serta meminta PLN (pihak pemerintah) mau membeli listrik milik warga.
Ibu Tri dan
Pak Iskandar mendapat bantuan dari IBEKA, lembaga swadaya masyarakat nirlaba
yang bergerak di bidang pemberdayaan masyarakat. Pada tahun 2004, IBEKA
menggandeng PT HIBS dan UNESCAF merealisasikan program PLTMH. Tentu saja ini
melalui persetujuan masyarakat dan atas keinginan warga desa. Partisipasi
masyarakat sangat dominan dalam terciptanya PLTMH ini. Yang saya sayangkan
adalah ada bagian modal dibiayai oleh pemerintah Belanda. Aduh, ini kemana
pemerintah Indonesia? Hati-hati lho pak presiden, nanti dicaplok Belanda, dijajah
lagi deh kita ^^
Palang |
Awalnya warga
ragu menerima adanya PLTMH. Mereka takut air yang selama ini mereka gunakan
untuk mengairi sawah bisa habis dengan dimanfaatkannya air sebagai pembangkit
listrik. Namun dengan adanya pertukaran pemikiran yang terbuka antar berbagai
pihak, PLMTH berhasil didirikan dan dimanfaatkan warga bersama. Pengairan sawah
pun lebih lancar. Tanggul kini telah dibangun kokoh. Banyak keluarga warga yang
berpenghasilan lebih baik, yaitu dari hasil bertani dan usaha pribadi yang
diusahakan dengan adanya listrik. PLTMH memang memiliki pengaruh besar dalam
pembangunan Desa Cintamekar.
Seluruh warga
kini bisa memanfaatkan listrik, kecuali rumah-rumah yang baru saja dibangun.
Agar tenaga listrik ini dapat terus dimanfaatkan warga, maka listrik yang
dihasilkan warga dijual kepada PLN, dan desa memiliki pendapatan sendiri. Hal
ini juga disebabkan karena bantuan dari perusahaan yang terlibat di awal hanya
diberikan satu kali saja. Disinilah peran penting Koperasi Mikrohidro Mekarsari.
Koperasi |
Koperasi
Mikrohidro Mekarsari berfungsi sebagai pengelola keuangan hasil jualan listrik
ke PLN secara transparan dan adil. Dana yang didapat dikelola untuk pelaksanaan
program PLTMH dalam rangka membantu masyarakat yang belum memiliki listrik, 8%
untuk pendidikan, 4% untuk kesehatan, 10% untuk biaya operasional koperasi,
2,5% untuk biaya operasional desa, 8% untuk modal usaha anggota koperasi, dan
4% untuk infrastuktur desa, misalnya dengan dibangunnya sarana air bersih di
dusun 4 dan didirikannya MCK. Dalam bidang kesehatan, koperasi bekerja sama
dengan bidan desa membuat posyandu dan mengratiskan orang yang tidak mampu
dalam berobat dan melahirkan. Dengan adanya PLTMH dan pengelolaannya oleh
Koperasi, kesejahteraan warga meningkat. Selain menerangi rumah, listrik juga
menerangi perekonomian warga.
Meskipun
terlihat mulus dan bergerak di jalan yang lurus, dalam kegiatannya koperasi
tidak jarang mengalami hambatan. Bantuan
dana koperasi sering mengalami kemacetan. Koperasi pernah meminjam Rp. 50juta
ke BRI untuk membantu modal usaha warga. Kadang ada juga warga menengah ke atas
yang mendapat hasil bagi koperasi meski warga itu bukan anggota koperasi. Untuk
mengatasi masalah di dalam koperasi, ada fasilitator dari IBEKA sebagai
penghubung koperasi dengan IBEKA dalam dana. Setiap Rapat Akhir Tahun pun
masalah selalu dikemukakan dan diselesaikan bersama anggota lainnya.
Masalah
lainnya yang terjadi di koperasi yaitu sulitnya mencari pengkaderan. Banyak
orang-orang tua yang menjadi pengurus, padahal kondisi fisiknya lemah dan orang
tua pun harus mengurus masalah rumah dan keluarga mereka. Sebenarnya banyak
anak muda di desa, namun kebanyakan mereka bekerja di pabrik yang gajinya jauh
lebih besar dibanding gaji di koperasi. Ketua koperasi sekarang pun jarang
aktif. Sehingga Ibu Yuyun (sumber wawancara) yang mengurusi semuanya. Ketika
ditanya oleh saya mengapa ketua koperasi tidak segera diganti saja, Ibu Yuyun
tertawa memaklumi, “Sungkan, Mbak. Soalnya beliau mantan kepala desa. Warga
disini juga nggak ada yang berani,” kata Ibu Yuyun.
Listrik memang
telah menyinari perekonomian warga. Namun di dalam ruangan, ada saja sudut yang
tidak begitu mendapatkan cahaya listrik. Itulah Koperasi Mitra Mekar. Kealpaan
ini perlahan tapi pasti akan diperbaiki agar listrik dan segala hal positif
yang dibawanya tetap menerangi desa.
Semua rintangan yang
ditemui Ibu Tri dan Pak Iskandar mudah saja menumbangkan niat baik mereka.
Namun keduanya tidak putus asa. Mereka selau konsisten dengan niatnya menolong
warga dengan pengetahuan yang mereka miliki. Hati, mereka sangat memiliki dan
memanfaatkannya dengan baik. Itulah makna CD-worker
yang sebenarnya. Salut!
No comments:
Post a Comment