5/26/13

Papandayan bagian 4: Galau? Makan Chocodot Aja!



28 April 2013

“Eh, main air, yuk,” ajak saya pagi sekali. Saya diajak melihat matahari terbit sama Kak Rahmi, Kak Sule, dan Fahmi di kawah. Aduh, males banget, hehe. Mari kita telusuri sisi Papandayan lainnya.
Elok menyanggupi, “Ayo, Nis.”
“Dimana?” Anggun tergiur.
“Ikut gue.”
“Nyeker aja tapi,” pinta Anggun. Ya sudah, sekalian menjemur sepatu.

Di sebelah area kemping kami terdapat hutan yang di dalamnya ada sungai kecil. Kaki kami yang tanpa alas  kesakitan karena jalan berkerikil. Kadang saya menginjak batu besar dan cabang cantigi. Tapi kalo sudah menceburkan kaki ke dalam air, segeeeeeerr. Kalo kalian juga mau main kesini, hati-hati yak arena batu di dalam sungai ada yang licin. Tapaki batu yang warnanya putih. Batu oranye itu yang licin. Dan jangan lupa, foto-foto. Hehe.

Main ke Sungai Bersama Elok: difoto oleh Anggun

Masih nyeker, saya, Elok, Anggun, dan kini ditambah Diska main ke Menara Pandang. Sebagai manusia yang teguh pada takut ketinggian, saya nggak berani naik ke menara. Hanya Anggun dan Diska saja. Saya dan Elok anteng menunggu di bawah, mengintip kawah dengan teropong punya Kak Sule. Kata Anggun, dari atas menara kita bisa melihat kawah, parkiran, dan tenda kami. Hm… nggak perlu naik menara untuk melihat semua itu. Saya nggak butuh perspektif lain, hehe *plak*.

Menara Pandang

Selesai puas bermain dan sarapan. Waktunya bersih-bersih dan pulang.

Dadah Papandayan: difoto oleh abang-abang yang nggak tahu namanya

Pulang: difoto oleh Anggun

Eh baru sadar kalo rain cover kami mayoritas Avtech. Wah, minta royalty jadi sponsor nih hehe.

Pulang ke Cisurupan naik kolbak lagi. Diblender jalan rusak lagi. Susah senang ditelan bersama biar kenyang rame-rame. Dibikin galau sama tukang angkot karena kita sama-sama bingung mencari pusatnya Chocodot di Garut.

Pusat Oleh-oleh Garut
 
Chocodot apa sih, Nis? Itu loh nama brand cokelat khas Garut yang ‘dinaikkin’ sama mantan wakil gubernur Dicky Candra – pelawak yang akhirnya mengundurkan diri jadi wakil rakyat gara-gara rekan kerjanya, si Aceng Fikri, suka mainin cewek. Hehe, sumpel mulut saya sini Ceng kalo berani *kaburduluan*.

Kembali ke Chocodot. Sebenarnya rasa cokelatnya biasa aja. Tapi namanya itu loh, unik-unik sekali. Kalo kamu galau, Cokelat Anti Galau siap mengusir kegalauan kalian, hehe. Benci sama orang alay? Lempar aja pakai Cokelat Cegah Alay. Bosan miskin terus? Makah tuh Cokelat Tolak Miskin. Hehehe lucu, kan? Saya beli Cokelat Cegah Alay buat Arini, hahaha damai neng. Ada juga Cokelat Cetar Membahana ala Syahrini dan cokelat rasa jahe buat keluarga di rumah.

Funny Brand
 
Selain namanya yang lucu, desain bungkusnya juga bagus. Saya bisa tahu tempat wisata seru lainnya di Garut melalui kemasan cokelat. Kapan-kapan mampir ke gunung lain di Garut deh. Cikurai! Pengen banget kesana! *berdoa*

Chocodot
 
FYI, Chocodot itu singkatan dari Chocolate with Dodol Garut. See, Garut terkenal dengan dodolnya, kan? Kalian juga bisa merasakan lezatnya cokelat dengan dodol sekaligus kalo mencoba Chocodol. Oleh-oleh Garut lainnya ada wajit dan dorokdok. Apa itu? Makanya, mainlah ke Garut, hehe *calondutawisata*. Saya pengen banget beli miniatur domba laga khas Garut. Itu loh, domba yang pakai kalung merah dan tanduknya lucu itu. Tapi uang saya nggak cukup.

Chocodol
 
Oh iya, membahas tentang uang, berapa sih harga Chocodot itu? Kalo cokelat rasa jahe yang saya beli harganya Rp 8.000. Chocodot Cegah Alay dan teman-temannya itu seharga Rp 12.000. Memang sih ukurannya lebih besar. Makanya lebih tinggi. Sebagai turis dengan keuangan menipis (maklum, masih mahasiswa), harga cokelat ini mahal banget.

Cukup ngiler dengan oleh-oleh Garut dan nggak bisa membeli banyak, tukang parkir membantu kami memanggil bus jurusan Garut-Kampung Rambutan. Label di badannya sih menawarkan AC segar, tapi kalo sudah di dalam bus, panaaaasnyaaa nggak bisa dimaafkan. AC nyala sebentar banget, ngadat-ngadat pula. Beeeuuuh. Dari Kampung Rambutan, kami naik bus AC beneran menuju Baranangsiang. Lanjut naik bus Pusaka yang sumpeknya bikin saya matang menuju Kemang. Alhamdulillah sampai ke rumah nggak terlalu malam. Cepat-cepat isi tenaga dengan tidur karena besoknya saya harus mendaki lagi di Gunung Mas *betisdrogba*.

Sebagai penutup safarnama saya yang panjang ini (sampai 4 bagian booo *tepuktangan*), saya mengucapkan terima kasih kepada teman-teman sependakian saya karena sudah sabar dan menerima saya begini adanya. Jangan kapok mendaki bersama saya, ya. Maaf sempat bikin was-was di Hutan Mati. Terima kasih kepada supir bus dan angkot yang harus saya maklumi cara menyetirnya. Yang paling penting, terima kasih kepada Allah SWT yang memberikan saya pengetahuan baru melalui kelas Papandayan ini. Terima kasih juga kepada orang tua yang mengizinkan saya kembali mendaki gunung. Ayo kasih senyum ejekan ke Dika (adik saya) yang mukanya sebel banget melihat foto-foto seru kami. Hehehe. Kapan-kapan ya Dika ^^

Selama perjalanan menuju Kampung Rambutan, saya meminta Anggun memotret pesan dari Lao Tzu yang terjahit di tas pinggang salah satu penumpang bus. Makasih ya, Nggun. See you for our next hiking! What? Pangrango? Semeru? Everest? Nyooook *dompetkosong*.

Pesan Lao Tzu: difoto oleh Anggun

Bersama mereka lah safarnama ini ditulis.

Dari kanan ke kiri: Kak Sule, Kak Rahmi, Kak Ifa, Fahmi, Anggun, Diska, Elok, saya. Difoto oleh self timer lagi

2 comments: