28 April 2013
“Eh, main air, yuk,” ajak saya
pagi sekali. Saya diajak melihat matahari terbit sama Kak Rahmi, Kak Sule, dan
Fahmi di kawah. Aduh, males banget, hehe. Mari kita telusuri sisi Papandayan
lainnya.
Elok menyanggupi, “Ayo, Nis.”
“Dimana?” Anggun tergiur.
“Ikut gue.”
“Nyeker aja tapi,” pinta
Anggun. Ya sudah, sekalian menjemur sepatu.
Di sebelah area kemping kami
terdapat hutan yang di dalamnya ada sungai kecil. Kaki kami yang tanpa
alas kesakitan karena jalan berkerikil.
Kadang saya menginjak batu besar dan cabang cantigi. Tapi kalo sudah menceburkan
kaki ke dalam air, segeeeeeerr. Kalo kalian juga mau main kesini, hati-hati yak
arena batu di dalam sungai ada yang licin. Tapaki batu yang warnanya putih.
Batu oranye itu yang licin. Dan jangan lupa, foto-foto. Hehe.
Main ke Sungai Bersama Elok: difoto oleh Anggun |
Masih nyeker, saya, Elok,
Anggun, dan kini ditambah Diska main ke Menara Pandang. Sebagai manusia yang
teguh pada takut ketinggian, saya nggak berani naik ke menara. Hanya Anggun dan
Diska saja. Saya dan Elok anteng menunggu di bawah, mengintip kawah dengan
teropong punya Kak Sule. Kata Anggun, dari atas menara kita bisa melihat kawah,
parkiran, dan tenda kami. Hm… nggak perlu naik menara untuk melihat semua itu.
Saya nggak butuh perspektif lain, hehe *plak*.
Menara Pandang |
Dadah Papandayan: difoto oleh abang-abang yang nggak tahu namanya |
Pulang: difoto oleh Anggun |
Eh baru sadar kalo rain cover kami mayoritas Avtech. Wah,
minta royalty jadi sponsor nih hehe.
Pulang ke Cisurupan naik
kolbak lagi. Diblender jalan rusak lagi. Susah senang ditelan bersama biar
kenyang rame-rame. Dibikin galau sama tukang angkot karena kita sama-sama
bingung mencari pusatnya Chocodot di Garut.
Pusat Oleh-oleh Garut |
Chocodot apa sih, Nis? Itu loh
nama brand cokelat khas Garut yang ‘dinaikkin’ sama mantan wakil gubernur Dicky
Candra – pelawak yang akhirnya mengundurkan diri jadi wakil rakyat gara-gara
rekan kerjanya, si Aceng Fikri, suka mainin cewek. Hehe, sumpel mulut saya sini
Ceng kalo berani *kaburduluan*.
Kembali ke Chocodot.
Sebenarnya rasa cokelatnya biasa aja. Tapi namanya itu loh, unik-unik sekali. Kalo
kamu galau, Cokelat Anti Galau siap mengusir kegalauan kalian, hehe. Benci sama
orang alay? Lempar aja pakai Cokelat Cegah Alay. Bosan miskin terus? Makah tuh
Cokelat Tolak Miskin. Hehehe lucu, kan? Saya beli Cokelat Cegah Alay buat
Arini, hahaha damai neng. Ada juga Cokelat Cetar Membahana ala Syahrini dan
cokelat rasa jahe buat keluarga di rumah.
Funny Brand |
Selain namanya yang lucu,
desain bungkusnya juga bagus. Saya bisa tahu tempat wisata seru lainnya di
Garut melalui kemasan cokelat. Kapan-kapan mampir ke gunung lain di Garut deh.
Cikurai! Pengen banget kesana! *berdoa*
Chocodot |
FYI, Chocodot itu singkatan
dari Chocolate with Dodol Garut. See, Garut terkenal dengan dodolnya, kan?
Kalian juga bisa merasakan lezatnya cokelat dengan dodol sekaligus kalo mencoba
Chocodol. Oleh-oleh Garut lainnya ada wajit dan dorokdok. Apa itu? Makanya,
mainlah ke Garut, hehe *calondutawisata*. Saya pengen banget beli miniatur
domba laga khas Garut. Itu loh, domba yang pakai kalung merah dan tanduknya
lucu itu. Tapi uang saya nggak cukup.
Chocodol |
Oh iya, membahas tentang uang,
berapa sih harga Chocodot itu? Kalo cokelat rasa jahe yang saya beli harganya
Rp 8.000. Chocodot Cegah Alay dan teman-temannya itu seharga Rp 12.000. Memang
sih ukurannya lebih besar. Makanya lebih tinggi. Sebagai turis dengan keuangan
menipis (maklum, masih mahasiswa), harga cokelat ini mahal banget.
Cukup ngiler dengan oleh-oleh
Garut dan nggak bisa membeli banyak, tukang parkir membantu kami memanggil bus
jurusan Garut-Kampung Rambutan. Label di badannya sih menawarkan AC segar, tapi
kalo sudah di dalam bus, panaaaasnyaaa nggak bisa dimaafkan. AC nyala sebentar
banget, ngadat-ngadat pula. Beeeuuuh. Dari Kampung Rambutan, kami naik bus AC
beneran menuju Baranangsiang. Lanjut naik bus Pusaka yang sumpeknya bikin saya
matang menuju Kemang. Alhamdulillah sampai ke rumah nggak terlalu malam.
Cepat-cepat isi tenaga dengan tidur karena besoknya saya harus mendaki lagi di
Gunung Mas *betisdrogba*.
Sebagai penutup safarnama saya
yang panjang ini (sampai 4 bagian booo *tepuktangan*), saya mengucapkan terima
kasih kepada teman-teman sependakian saya karena sudah sabar dan menerima saya
begini adanya. Jangan kapok mendaki bersama saya, ya. Maaf sempat bikin was-was
di Hutan Mati. Terima kasih kepada supir bus dan angkot yang harus saya maklumi
cara menyetirnya. Yang paling penting, terima kasih kepada Allah SWT yang
memberikan saya pengetahuan baru melalui kelas Papandayan ini. Terima kasih
juga kepada orang tua yang mengizinkan saya kembali mendaki gunung. Ayo kasih
senyum ejekan ke Dika (adik saya) yang mukanya sebel banget melihat foto-foto
seru kami. Hehehe. Kapan-kapan ya Dika ^^
Selama perjalanan menuju
Kampung Rambutan, saya meminta Anggun memotret pesan dari Lao Tzu yang terjahit
di tas pinggang salah satu penumpang bus. Makasih ya, Nggun. See you for our next hiking! What? Pangrango? Semeru? Everest?
Nyooook *dompetkosong*.
Pesan Lao Tzu: difoto oleh Anggun |
Dari kanan ke kiri: Kak Sule, Kak Rahmi, Kak Ifa, Fahmi, Anggun, Diska, Elok, saya. Difoto oleh self timer lagi |
Nisaaa kalo mau ke Cikurai count me in yaaaa!
ReplyDelete251
eh ada nunu, boleh boleh..
ReplyDelete