6/6/15

#4 : Rimba Amniotik oleh Dewi Lestari



Maaf jika tulisan berikut bukan tulisan asli saya. Tapi saya suka banget tulisan ini. Karya Dee berikut pernah saya masukkan dalam buku buatan saya untuk ulang tahun suami yang ke-25. Sebagai pengingat saja, bahwa sebenarnya sang Ibu mengalami proses yang begitu sakral ketika mengandung bayinya, sama seperti yang saya rasakan saat ini ^^ Hope you guys enjoy it!

***

Beberapa hari lagi sebelum kehadiranmu atau bahkan beberapa jam? Aku tak persis tahu. Banyak yang ingin kuucapkan, tapi sepertinya kau yang sudah tahu. Sekian lama kita bernapas bersama. Bergerak bersama. Merasa bersama. Kau begitu dekat bahkan bersatu dengan tubuhku, tapi tetap saja, disini aku menanti kehadiranmu.

Perjalananmu kelak hanya dari perutku menuju dekapanku. Namun itulah perjalanan yang akan mengubah kita berdua. Mengubah dunia.

Saat kau tiba, aku tak lagi menjadi manusia yang sama. Dan kau juga akan melihat dunia yang berbeda: terra firma. Selapis kulit saja tabir yang membatasi kita, tapi sungguh berkuasa.

Rimba Amniotik


Perjalananmu, kata kau dulu, adalah perjalanan yang akan mengingatkan mereka yang lupa, termasuk aku. Keterpisahan adalah ilusi. Dunia jasad dan dunia roh. Dunia materi dan dunia energi. Hanyalah dua sisi dari koin yang sama. Hidup tak pernah berakhir mati. Hidup hanya berganti wujud. Dan sepanjang perjalanan bernama hidup, kau dan aku, kita semua hanya berjalan menembusi satu tabir itu saja. Membolak-balik koin yang sama. Menyebrangi selapis kulit dan daging sebagaimana yang membatasi kita ini.

Kau datang dengan segala kegenapan. Kau datang bahkan sudah dengan nama. Kau datang dengan segala pelajaran dan kebijaksanaan. Namun kau juga akan sejenak lupa, begitu katamu dulu. Sama seperti kita semua yang dibuat lupa saat menyebrangi tabir itu. Tolong ingatkan aku, pintamu. Aku memilihmu karena kita pernah sama-sama berjanji pada satu sama lain, lanjutmu lagi. Saat kita berdua masih sama-sama ingat. Saat kita berdua masih sama-sama di sisi lain dari koin ini.

Entah bagaimana harus aku mencintaimu. Kau lebih seperti guru sekaligus sahabat. Waktu kau tiba dalam bentuk mungil dan rapuh nanti, biarlah alam yang mengajarkanku untuk mencintaimu lagi dari nol. Seolah kita tak pernah bertemu sebelumnya. Seolah kita tak pernah bercakap-cakap bagai dua manusia dewasa. Karena dalam bahasa jiwa, semua “seolah” yang kusebut barusan tiada guna. Waktu, usia, dan perbedaan jasad kita lagi-lagi hanyalah hadiah dari sisi koin dimana kita sekarang tinggal. Harus yang harus direngkuh dan diterima.

Sembilan bulan ini mereka bilang aku tengah mengandungmu. Aku ingin bilang mereka salah. Kamulah yang mengandungku. Seorang ibu yang mengandung anak di rahimnya, sesungguhnya sedang berada dalam rahim yang lebih besar lagi. Dalam rahim itu, sang ibu dibentuk dan ditempa. Embrio kecil itu mengemudikan hati, tubuh, dan hidupnya.

Terima kasih telah mengandungku. Menempatkanku dalam rimba amniotik dimana aku belajar ulang untuk mengapung bersama hidup, untuk berserah dan menerima apapun yang kau persembahkan. Kini dan nanti. Manis, pahit, sakit, senang. Kau ajari aku untuk berenang bersama itu semua, sebagaimana kau tengah berenang dalam tubuhku dan merasakan apa yang kurasa, mengecap apa yang kumakan, menghirup udara yang kuendus – tanpa bisa pilih-pilih. Kau terima semua yang kupersembahkan bagimu.

Terima kasih untuk perjalanan ini. Untuk pilihanmu datang melalui aku. Untuk proses yang tak selalu mudah tapi selalu indah.

Aku tak sabar untuk mengenalmu lagi. Lagi dan lagi. Untuk sahabat yang akan aku kandung nantinya.

No comments:

Post a Comment