2/5/13

Perahu Patuh


Hai Pelabuhan. Pernahkah kamu curi-curi suara rumpi kawanan burung pelikan, sebuah kisah tentang Perahu Patuh? Adalah ia yang terus mengarungi samudera. Terkoyak badan disentil karang. Mencari-cari pelabuhan. Tidak pernah lelah. Mencari-cari kamu. Berharap terhenti di kamu. Adalah kamu, Pelabuhan, sepertinya. Kerlap-kerlip lampu pinggir kotamu. Keheningan lain yang perahu patuh tunggu. Pelabuhan berbeda dengan pelabuhan-pelabuhan yang pernah perahu patuh singgahi. Ya, ia hanya singgah, tidak pernah memutuskan untuk berhenti. Melihatmu dari zona teritori, Perahu Patuh seakan yakin harus berhenti di Pelabuhan. Menancap jangkar, menambatkan diri. Di kamu, Pelabuhan.

"Tuhan, bila ia pelabuhanku, dekatkan kami. Aku lelah berlayar, meski tiang agungku tidak cacat. Aku lelah mencumbu air asin, meski dempulanku masih sanggup menyapa renik laut. Tapi aku ingin melabuh. Biarkan ombak ini menghempasku ke Pelabuhan. Sudikan angin barat mendorongku ke Pelabuhan."

Lalu pada akhir Desember yang kelam. Badai memutarbalikkan kemudi. Berton-ton air memenuhi dek. Sekoci-sekoci cadangan ditelan samudera. Perahu Patuh tiba satu kilometer berhadapan dengan Pelabuhan. Ia girang bukan main.

Tapi Perahu Patuh hanya girang. Lalu kembali melaut seperti yang aturannya. "Perahu diciptakan untuk melaut, bukan melabuh." Seperti bulan-bulan yang telah berlalu dan akan terjadi di bulan-bulan berikutnya, Perahu Patuh hanya bisa melihat Pelabuhan dari kejauhan.

[untuk ia yang ingin segera melabuh. untuk saya]

1 comment:

  1. Mba tulisanya keren banget, senang dapat membaca... Izin ambil doc.fotonya mba?

    ReplyDelete