Saya pernah terkaget sendiri
melihat sosok laki-laki asing di dalam rumah sedangkan saya belum berhijab sempurna.
Tapi beberapa detik kemudian langsung tersadar. Oh suami. Kirain siapa hehe.
Saya tidak pernah membayangkan
akan tinggal dengan lelaki asing secepat ini. Lelaki yang beberapa bulan lalu
tidak ada kabar. Tidak jelas bagaimana bentuknya. Tiba-tiba menghubungi kembali
dan mengajak menaiki kendaraan mengarungi samudera kehidupan yang ombaknya
tidak bisa kami prediksi; bahtera pernikahan.
Pernikahan awalnya adalah
sesuatu yang tabu dalam kamus saya. Bahkan hampir tidak ada. Apalagi setelah
makin banyaknya kawan yang menikah. Jujur saja. Saat itu saya merasa pernikahan
menjadi sesuatu yang mudah diobral. Dan saya jadi malas mempersiapkan apapun
yang berhubungan dengan pernikahan.
Lalu tiba-tiba ada yang
mengajak menikah, jadi ketar-ketir sendiri. Hehehe. Tapi, tahukah kamu, karena
kamu yang mengajak menikah, saya jadi tidak terlalu was-was menghadapinya. Bukannya
menggampangkan. Tapi karena percaya. Sejak awal, aku percaya kamu.
Sempat juga terpikir begini:
mereka yang telah menikah itu memang pernah berhubungan sebelumnya, hmm sebut
saja pacaran. Nah aku dan dia? Kamu yakin akan menghabiskan masa tuamu dengan
dia yang pengetahuanmu tentangnya mendekati nol? Aah, saya mudah sekali percaya
dengan manusia. Kita serahkan saja kepada Tuhan. Jika memang lelaki itu yang
tertulis dalam Lauh Mahfuz sebagai jodoh saya, pasti Allah permudah jalannya.
Dan lihat sekarang, aku menyeduh teh manis hangat untukmu di sarapan pertama
kita.
Terhadap hubungan lawan jenis,
saya pernah habis-habisan diejek adik yang memang lebih berpengalaman, “Kakak
nggak bisa ya jatuh cinta?” Jegeeeerr. Kalimat itu terlontar ketika saya marah
kepada sang adik karena ceweknya gonta-ganti. “Kalau kamu menyakiti perasaan
perempuan, berarti kamu menyakiti perasaan mama dan kakak.” Saya termasuk orang
yang risih dengan pacaran. Cinta yang adalah fitrah suci manusia, begitu mudahnya
diumbar padahal haram. Menjijikan.
Makanya saya menutup diri dan
membangun pertahanan semampu saya agar tidak bersentuhan dengan lelaki asing. Dan
saya menjadi tidak punya pengalaman apapun mengenai cinta mencinta.
Tapi, maukah kamu tahu? Kurasa
tidak perlu pengalaman itu untuk memulai berhubungan denganmu. Kita tidak perlu
ragu apakah hubungan kita akan baik-baik saja tanpa pernah kita mencobanya
terlebih dahulu? Berdua. Kita menciptakan pengalaman itu. Lebih kerennya lagi,
langsung dengan label halal. Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam.
Benar. Kamu yang tadinya
asing. Kini tidak lagi asing bagiku.
Dusta jika saya mengatakan
kalau saya sudah mengetahui sepenuhnya tentang lelaki itu. Pernikahan kami baru
seumur jagung. Orang bijak mengatakan bahwa pernikahan adalah perkenalan yang
sebenarnya. Insya Allah masih panjang hari-hari saya lebih mengenal suami saya.
Saya ingin mempelajarinya lebih dalam. Saya ingin mengetahui yang ia inginkan
tanpa perlu ada kata yang ia ucap. Bisa kah?
Hhmm jangan paksa aku
mempelajarimu dengan cepat. Itu perlu waktu. Sama halnya ketika penggenapan
perasaan kita masing-masing, perlu waktu.
Kamu mulai tidak asing bagiku.
Aku mulai terbiasa dengan
suaramu. Harum permen dan kue yang melekat di pecimu. Bau minyak angin yang
tertinggal di kaos bergarismu. Aku mulai tahu ukuran celanamu. Bahagia sekali
menggodamu, lelaki banten sok kuat yang takut sama bawang. Aku senang tiap kali
kamu meminta dipijit. Benar. Senang rasanya ada sesuatu yang bisa kulakukan
untukmu. Lalu kita berbicara hal-hal yang ringan. Lalu terdiam dan mata kita
saling bertemu. Awalnya geli dan malu bisa menatapmu selama itu tanpa ada
perasaan takut salah di hadapan Allah. Tapi setelah menyadari kalau kita sudah
halal, aku menikmatinya. Aku menikmati tatapanmu yang tegas namun membias
sejuta kasih yang membuat bibir kehilangan kata. Aku juga mulai terbiasa dengan
adanya jarimu di antara jariku. Lalu mengingat Rasulullah berkata kalau dosa-dosa
kita jatuh ketika sedang berpegangan tangan, aku makin tidak mau melepas
genggamanmu. Kamu, perlahan tidak asing lagi bagiku.
Terkadang, masih suka tertawa
sendiri. Dulu-dulu sering takut mengangkat telepon darimu. Sekarang, ditelepon
berjam-jam pun rasanya masing kurang. Hehe.
Sungguh. Super sekali hidup
ini.
Hei
kamu makhluk asing yang tak lagi asing, kamu adalah sebuah cerita yang ingin
aku tulis. Siap-siap ya. Aku tidak mau mendustakan nikmat terbesar lain yang
Allah berikan padaku: kamu.
kamu butuh aku komen ga?
ReplyDeletekhawatir aku akan menjadi abu yang tertiup angin
hilang di tengah gemerlapnya rasa hati dua insan :D
ah, aku turut berpuitisasi
ah, ah, ah...
Ariniiiiiii :)
Deletemakasi umiii,
ReplyDeletesuper sekali hidup ini
Makasih juga ya abi.. makasih udah hadir selama ini :')
ReplyDelete