10/16/13

Memetik Pucuk Kehidupan 2: Perempuan Tangguh!



Pagi di Kampung Gunung Mas, Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor sukses membuat saya kembali meringkuk selepas subuh, tenggelam dalam hangatnya selimut tebal. Hawa sisa semalam mendinginkan besi bingkai kasur. Saya bergerak ke kiri dan kanan, mencari posisi yang enak agar tidak satu pun dingin menaikkan bulu kuduk. Dari celah tirai ungu yang terbuka, terlihat sekelompok ibu dengan gendongan khasnya berjalan berbaris menerobos sejuk yang menusuk tulang menuju lanskap perkebunan teh. Merekalah yang disebut para pemetik teh.

Kabut hari itu tidak setebal hari kemarin, tapi tetap mengganggu pandangan saya mendaki bukit. Oksigen yang tipis mengeringkan hidung. Suara batuk saya menggenapi dengung orkestra burung kebun. Sesekali saya bertemu rombongan pemetik teh. Sambil tersenyum, mereka mengajak, “Istirahat dulu, neng. Jangan dipaksa.” Saya mengangguk saja dan terus melangkah. Tidak jarang kaki saya terpeleset saat menyebrangi sungai bekas longsoran tengah malam 4 Januari 2013 silam. Musibah malam jum’at itu kini dimanfaatkan warga untuk memecah batu longsor dan menjualnya sebagai bahan bangunan.

Prasasti Batu Longsor
 
Bekas Longsoran
Tidak ada lelah di lukisan wajah para pemetik teh. Padahal, berjalan saja mereka membungkuk. Keranjang besar berisi daun teh membebani tulang punggung. Satu daun teh memang tidak berat. Kalau satu keranjang? Mungkin ada seribu daun disana. Mereka saja bisa sesantai itu mendaki bukit, menghalau batang-batang teh yang membuat lebam kulit paha, tidak goyah berdiri di kemiringan yang curam. Dan yeah, kalau saya diizinkan main gender, mereka semua perempuan! Masa saya yang hanya membawa tas saja sudah menyerah? -___-

 
Pemetik Teh
Rest Time

Bercengkrama

 
Pipi Merah

Menunggu Truk Pengangkut

Tiga bulan penelitian lapang di kebun teh memberikan saya pengalaman berharga. Pelajaran hidup tentang keikhlasan dalam bekerja. Kalau kamu mau belajar ikhlas, saya rekomendasikan sekolah lah ke perkebunan teh (kalau ada yang mau menginap di rumah salah satu pekerja disana, monggo bisa menghubungi saya ^^). Lihat bagaimana keringat meluncur dari balik caping lebar para pemetik teh sedangkan tidak ada peluh di antara sela bibir bergincu. Rasakan bagaimana mereka menahan panas matahari sedang mereka harus tetap memakai baju panjang biar kulit tidak gosong. Amati bagaimana merahnya pipi-pipi mereka, bukan karena tersentuh blush on, melainkan hasil reaksi sinar ultraviolet dengan kulit putih mereka yang mulus. Perhatikan cara mereka berjalan dengan sepatu boot agar terhindar dari lintah, hewan pengisap darah manusia. Ikuti jalan pikiran mereka saat tersadar bahwa penghasilan dari memetik teh tidak mencukupi kebutuhan sehar-hari dan mereka harus mencari cara lain agar bisa memetik rupiah dan menyekolahkan anaknya.

Lalu dari mana penghasilan tambahan mereka? Sepulang menimbang daun teh hasil petikan hari itu, tidak sedikit perempuan-perempuan itu mengambil kayu bakar dari hutan dekat kebun. Selain sebagai bahan bakar memasak, kayu tersebut juga bisa dijual. Ada juga yang mengambil kulit kayu tertentu dan benalu teh untuk dijadikan obat tradisional. Yang menarik perhatian saya adalah sebagian besar rumah pekerja kebun teh terdapat sarang lebahnya. Madu hutan yang dipanen tiap kali ada yang mau beli menjadi sumber penghasilan tambahan mereka. Hanya saja ya itu, penghasilan ini sifatnya kondisional, kalau ada yang mau beli saja.

Menimbang

Membawa Kayu


Sarang Lebah

Di ujung siang, mereka kembali dari kebun menuju rumah. Tidak ada waktu untuk berlama-lama istirahat. Asap dapur mereka harus mengepul agar cacing di perut suami dan anak-anak tidak protes. Menjelang sore, mereka juga harus menyiapkan anak-anaknya yang akan berangkat mengaji di langgar dekat rumah mereka, mengambil jemuran yang sudah kering, atau mencuci di kamar mandi umum. Langit hitam yang menggantung mengantarkan malam ke peraduan, suatu sisa hari dimana para perempuan-perempuan tangguh itu merenggangkan otot sebelum pagi buta mengomando mereka berjalan bersisian mendaki perbukitan kebun teh.

Halaman Belakang

Hasil Tebang Hari Ini
Bermain Kuda

Bersepeda

Bersiap Mengaji


Oia, jangan lupa baca tulisan saya yang berjudul Memetik Pucuk Kehidupan 1: Menegakkan Benang Basah(?) disini ya ^^

No comments:

Post a Comment