Sudah lama sekali saya tidak
mengunjungi Kebun Raya Bogor. Yang paling saya rindukan adalah duduk-duduk di
rumput yang tumbuh beramai-ramai di sekeliling danau, setelah mengelilingi taman
wisata kota yang tak pernah selesai saya kelilingi. Ya, ada danau kecil di KRB
dengan lanskap kemewahan halaman belakang istana kepresidenan Bogor.
Waktu saya SMP, saya masih
ingat, saya suka menghina danau di KRB ini. Sangat jorok. Banyak sampah bekas
bungkus makanan yang dibuang para turis disana. Jujur, sangat mengganggu
penglihatan saya menikmati keindahan merah, kuning, dan ungunya mahkota bunga
teratai. Akan sangat menyedihkan bila saya hendak mengambil gambar teratai,
tiba-tiba ada gelas plastik minuman berlayar di monitor kamera saya. Astaghfirullah.
Jangan sampai ada anak kecil berusia
tiga tahun bertanya, “Plastik sampah itu tumbuh dari bunga-bunga itu, ya, Ma?”
Saking padatnya sampah di danau tersebut. Sedih. Mungkin sudah lima tahun ini
saya tidak menengok danau itu lagi. mudah-mudahan, bila ada waktu luang, saya
bisa menghirup napas kota Bogor yang segar di KRB sambil duduk-duduk di pinggir
danau, dengan tanpa plastik-plastik sampah mengambang di permukaan airnya.
Tapi, saya bersyukur, Allah
Azza wa Jalla tidak melunturkan kecantikan warna-warni wajah teratai, meskin
harus tumbuh di danau jorok sekalipun.
Banyak
filsuf-filsuf yang menuturkan kedewasaan bunga yang dalam bahasa Sansekerta
bernama Kemala ini. “Bunga teratai, walaupun hidup di lingkungan kotor, akan
tetap anggun menebarkan riasannya. Tidak perduli harus tumbuh di kolam tanpa riak
diantara berbagai macam kotoran pun.”
Bolehkah saya
memanggilnya, si manis dari gua hantu?
KODAK
EASYSHARE M1093, f/8.7, 1/125 sec., ISO-80, FL 6 mm, with Curve and Font from
Photoshop CS4 |
Foto di atas saya ambil di dekat gedung Laboratorium
Hidrolika empunya Departemen Teknik Pengairan, Universitas Brawijaya, Malang.
Pasti ia pernah menjadi penawar racun kepenatan mahasiswa-mahasiswa teknik.
No comments:
Post a Comment