9/1/12

Belajar dari Teratai


Sudah lama sekali saya tidak mengunjungi Kebun Raya Bogor. Yang paling saya rindukan adalah duduk-duduk di rumput yang tumbuh beramai-ramai di sekeliling danau, setelah mengelilingi taman wisata kota yang tak pernah selesai saya kelilingi. Ya, ada danau kecil di KRB dengan lanskap kemewahan halaman belakang istana kepresidenan Bogor.

Waktu saya SMP, saya masih ingat, saya suka menghina danau di KRB ini. Sangat jorok. Banyak sampah bekas bungkus makanan yang dibuang para turis disana. Jujur, sangat mengganggu penglihatan saya menikmati keindahan merah, kuning, dan ungunya mahkota bunga teratai. Akan sangat menyedihkan bila saya hendak mengambil gambar teratai, tiba-tiba ada gelas plastik minuman berlayar di monitor kamera saya. Astaghfirullah.

Jangan sampai ada anak kecil berusia tiga tahun bertanya, “Plastik sampah itu tumbuh dari bunga-bunga itu, ya, Ma?” Saking padatnya sampah di danau tersebut. Sedih. Mungkin sudah lima tahun ini saya tidak menengok danau itu lagi. mudah-mudahan, bila ada waktu luang, saya bisa menghirup napas kota Bogor yang segar di KRB sambil duduk-duduk di pinggir danau, dengan tanpa plastik-plastik sampah mengambang di permukaan airnya.

Tapi, saya bersyukur, Allah Azza wa Jalla tidak melunturkan kecantikan warna-warni wajah teratai, meskin harus tumbuh di danau jorok sekalipun.

Banyak filsuf-filsuf yang menuturkan kedewasaan bunga yang dalam bahasa Sansekerta bernama Kemala ini. “Bunga teratai, walaupun hidup di lingkungan kotor, akan tetap anggun menebarkan riasannya. Tidak perduli harus tumbuh di kolam tanpa riak diantara berbagai macam kotoran pun.”

Bolehkah saya memanggilnya, si manis dari gua hantu?
KODAK EASYSHARE M1093, f/8.7, 1/125 sec., ISO-80, FL 6 mm, with Curve and Font from Photoshop CS4

Foto di atas saya ambil di dekat gedung Laboratorium Hidrolika empunya Departemen Teknik Pengairan, Universitas Brawijaya, Malang. Pasti ia pernah menjadi penawar racun kepenatan mahasiswa-mahasiswa teknik.

No comments:

Post a Comment