3/13/15

Mengamankan Rasa Aman



Menurut saya ada yang lebih menyeramkan dari ketidakamanan. Ia adalah rasa aman. Ketika hidup dirasa mulai stabil. Atau segala yang terjadi masih kita tangani. Kita akan merasa aman. Tidak akan terjadi sebuah kesalahan. Kita bisa memegang kendali, karena kita terbiasa melakukan hal-hal yang itu lagi. Karena rutinitas begitu-begitu saja, kita jadi merasa tidak akan terjadi apa-apa.

Nikmat dunia. Memang ujian paling berat adala ujian kenikmatan.

Kita sudah tahu bulan ini akan mendapat gaji berapa. Sudah hafal berapa jumlah pengeluaran dan berapa uang yang bisa ditabung. Kita punya hitung-hitungan sendiri yang sangat rumit. Kita seolah serba tahu. Lalu tenang. Merasa aman. Lalu terlena. Mungkin kita merasa semua telah terkendali. Sampai-sampai kita lupa, bukan kita yang memegang kendali. Mungkin bersyukur ada. Namun lupa untuk selalu meminta tidak terjadi hal buruk menimpa kita. Mungkin do’a itu ada. Tapi hanya selewat di mulut saja. Berbusa hingga berludah-ludah. Namun hati gagu sedang meronta apa.

Bahkan ketika sedang berdo’a, hati tidak tahu sedang berdo’a apa?

Atau mungkin dari kestabilan itu ada kesalahan, tapi banyak alasan yang kita ciptakan sendiri untuk menolerir kesalahan itu. Gagal membaca Al Matsurat Kubro yang biasa dilakukan dulu. Kita mulai mencari tahu tentang Al Matsurat Sugro. Membiarkan diri kita merasa akan tetap aman jika mengurangi porsi ibadah. Rasa aneh ketika ibadah berkurang ditepis oleh alasan, “Nggak apa-apa dzikir yang sedikit, daripada nggak dzikir?” Padahal surga nggak semurah itu.

Kita sudah merasa aman dengan yang sedikit. Apakah ada jaminan dengan yang sedikit itu akan Allah ridhoi?

Yang penting kita tetap berdzikir. Kalimat ini seperti berbunyi hanya menunaikan kewajiban saja. Layaknya sholat yang dilakukan agar tidak disebut tidak sholat. Kewajiban. Seolah kita bersedekah ibadah kepada yang kita sembah, karena jika tidak maka ia akan jatuh miskin. HEI! Yang butuh itu kita, bukan Dia!

Yang penting kewajiban terlaksana. Kita aman. Sekecil itu kah derajat cintamu?

 
Jeruji Aman

Jangan pernah merasa aman. Takutlah dengan yang sedikit. Lakukanlah yang tinggi. Dari zaman dulu hingga sekarang, satu hari tetap 24 jam. Namun banyak di belahan bumi lain yang bisa menggunakan 24 jam itu semaksimal mungkin untuk dunia dan akhiratnya.

Hhhmmm ... sepertinya yang kita perlukan adalah memutus perjalanan setan dalam aliran darah kita. Mungkin juga yang kita perlukan adalah melihat ke luar, bagaimana hidup benar-benar bekerja pada milyaran manusia lain sehingga do’a itu terucap dari hati naik ke langit.

2 comments: